Sabtu, 10 Maret 2018

WAKTU PELAKSANAAN AQIQAH

Aqiqah disunnahkan dilaksanakan di hari ke-7 dari kelahiran. Hal ini berdasarkan hadits Nabi saw.,
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Dawud 2838, Nasai 4220, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/12 dari Samuroh bin Jundub. Syaikh Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Apa hikmah aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh?
Murid As-Syaukani, Shidiq Hasan Khon rahimahullah menerangkan, “Sudah semestinya ada selang waktu antara kelahiran dan waktu aqiqah. Pada awal kelahiran tentu saja keluarga disibukkan untuk merawat si ibu dan bayi. Sehingga ketika itu, janganlah mereka dibebani lagi dengan kesibukan yang lain. Dan tentu ketika itu mencari kambing juga butuh usaha. Seandainya aqiqah disyariatkan di hari pertama kelahiran sungguh ini sangat menyulitkan. Hari ketujuhlah hari yang cukup lapang untuk pelaksanaan aqiqah.”[1]
Dari waktu kapan dihitung hari ke-7 ?
Disebutkan dalam Al-Masu’ah Al Fiqhiyyah:
وذهب جمهور الفقهاء إلى أنّ يوم الولادة يحسب من السّبعة ، ولا تحسب اللّيلة إن ولد ليلاً ، بل يحسب اليوم الّذي يليها
“Mayoritas ulama pakar fiqih berpandangan bahwa waktu siang[2] kelahiran bayi itu dihitung sebagai awal hitungan tujuh hari. Sedangkan waktu malam[3] tidaklah di hitung jika sang bayi dilahirkan di waktu malam, namun yang dihitung adalah hari berikutnya.”[4]
Barangkali yang dijadikan dalil adalah hadits berikut ini,
تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ
Disembelihkan (aqiqah) baginya pada hari ketujuh.” Hari yang dimaksudkan adalah siang hari.
Misalnya ada bayi yang lahir pada hari Senin (21/06/2018) pukul 06.00 (pagi), maka awal hitungan 7 hari adalah hari Senin. Sehingga aqiqah bayi tersebut dilaksanakan pada hari Ahad (27/06/2018).
Adapun jika bayi tersebut lahir pada hari Senin (21/06/2018) pukul 19.00 (malam), maka hitungan awalnya tidak dimulai dari hari Senin, namun dari hari Selasa keesokan harinya. Sehingga aqiqah bayi tersebut pada hari Senin (28/06/2018).
Bagaimana jika aqiqah tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh?
Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama. Menurut ulama Syafi’iyyah dan Hambali, waktu aqiqah dimulai dari hari kelahiran. Tidak sah aqiqah sebelumnya dan cuma dianggap sembelihan biasa.
Menurut ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah, waktu aqiqah adalah pada hari ketujuh dan tidak boleh sebelumnya.
Ulama Malikiyyah pun membatasi bahwa aqiqah sudah gugur setelah hari ketujuh. Sedangkan ulama Syafi’iyah membolehkan aqiqah sebelum usia baligh, dan ini menjadi kewajiban sang ayah.
Sedangkan ulama Hambali berpendapat bahwa jika aqiqah tidak dilaksanakan pada hari ke-7, maka disunnahkan dilaksanakan pada hari ke-14. Jika tidak sempat lagi pada hari tersebut, boleh dilaksanakan pada hari ke-21. Dasarnya adalah riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang mana dia (‘Aisyah) berkata:
... وليكن ذلك يوم السابع فإن لم يكن ففي أربعة عشر فإن لم يكن ففي إحدى وعشرين
“… dan hendaknya (aqiqah tersebut) dilakukan pada hari ke-7, jika tidak bisa maka pada hari ke-14 dan jika tidak bisa maka pada hari ke-21.( HR. Hakim, beliau menyatakan sanadnya shahih dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)

Adapun ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa aqiqah tidaklah dianggap luput jika diakhirkan waktunya. Akan tetapi, dianjurkan aqiqah tidaklah diakhirkan hingga usia baligh. Jika telah baligh belum juga diaqiqahi, maka aqiqahnya itu gugur dan si anak boleh memilih untuk mengaqiqahi dirinya sendiri.[5]
Hemat kami, waktu pelaksanaan aqiqah yang afdhol adalah pada hari ke-7 sesudah kelahiran, dalilnya sebagaimana sudah disebutkan di atas. Walloohu a’lam.

[1] Roudhotun Nadiyah Syarh Ad-Duroril Bahiyyah, Shidiq Hasan Khon, hal. 349, terbitan Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, 1422 H.
[2] Waktu siang dihitung dari Shubuh hingga Maghrib.
[3] Waktu malam dihitung dari Maghrib hingga Shubuh.
[4] Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 2/11011, Mauqi’ Ahlil hadits.
[5] Lihat Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 2/11011.

Sumber: