Disunnahkan saat menyembelih hewan aqiqah untuk membaca:
بِسْمِ اللهِ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ ، هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلَان
Bismillaah, Alloohu Akbar. Alloohumma mingka wa lak. Haadzihii ‘aqiiqotu
fulaan
“Dengan (menyebut) nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah ini (hewan
aqiqah karunia) dari-Mu dan (disembelih dalam rangka ibadah kepada)-Mu. Ini
adalah aqiqah fulan.”
Catatan: Lafazh ‘fulan’ agar diganti dengan nama anak yang
diaqiqahi.
Dasarnya adalah Hadits yang diriwayatkan Al-Baihaqy dalam As-Sunan
Al-Kubro dan Abu Ya’la dalam Musnadnya:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: يُعَقُّ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَعَقَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ شَاتَيْنِ شَاتَيْنِ يَوْمَ السَّابِعِ ، وَأَمَرَ أَنْ يُمَاطَ عَنْ رَأْسِهِ الْأَذَى وَقَالَ: اذْبَحُوا عَلَى اسْمِهِ وَقُولُوا بِسْمِ اللهِ، اللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ ، هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلاَنٍ
Dari Aisyah ia berkata: “Anak laki-laki diaqiqahi dengan 2
kambing yang setara, sedang anak perempuan (diaqiqahi) dengan 1 kambing.”
Aisyah berkata lagi: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengaqiqahi Hasan
dan Husain masing-masing dengan 2 kambing pada hari ke-7 (dari kelahiran).
Beliau memerintahkan agar kepala anak itu dibersihkan dari kotoran. Dan beliau
bersabda: ‘Sembelihlah dengan menyebutkan namanya (nama anak yang diaqiqahi).
Ucapkan oleh kalian: ‘Bismillaah, Alloohu Akbar, Alloohumma mingka wa lak. Haadzihii
‘aqiiqotu fulaan.’’”
Hadits ini dishahihkan oleh Ibnus Sakan dan dinyatakan hasan
oleh An-Nawawiy dalam Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab. Diriwayatkan juga
oleh Ibnul Mundzir dan dinyatakan hasan.
Hal ini juga ditunjang oleh pendapat seorang Tabi’in yang
bernama Qatadah, yang menyatakan:
يُسَمِّى عَلَى الْعَقِيقَةِ كَمَا يُسَمِّى عَلَى الْأُضْحِيَّةِ : بِسْمِ اللهِ ، عَقِيقَةُ فُلَانٍ
“Membaca basmalah ketika menyembelih hewan aqiqah
sebagaimana membaca basmalah ketika menyembelih hewan qurban. Yakni
mengucapkan: ‘Bismillaah, aqiiqotu fulaan.’” (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad
shahih, para perawinya adalah rijal al-Bukhari dan Muslim)
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah juga menyebutkan bahwa pendapat
ini adalah pendapat Imam Ahmad, dalam Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud:
ولهذا يستحب أن يقال عليها ما يقال على الأضحية قال أبو طالب سألت أبا عبد الله إذا أراد الرجل أن يعق كيف يقول قال يقول باسم الله ويذبح على النية كما يضحي بنيته يقول هذه عقيقة فلان بن فلان ولهذا يقول فيها اللهم منك ولك ويستحب فيها ما يستحب في الأضحية
“Karena itu, ketika menyembelih hewan aqiqah disunnahkan untuk
mengucapkan seperti yang diucapkan ketika menyembelih hewan qurban. Abu Tholib
berkata: ‘Aku bertanya kepada Abu Abdillah (Ahmad bin Hanbal): ‘Jika seseorang hendak
menyembelih hewan aqiqah, apa yang dibacanya?’ Beliau menjawab: ‘Ia mengucapkan
Bismillaah dan menyembelih dengan menyertakan niat sebagaimana ketika
menyembelih hewan qurban. Ia (si penyembelih) berkata: Haadzihii aqiiqotu
fulaan ibni fulaan. Karena itu, saat menyembelih hendaklah ia mengucapkan: Alloohumma
mingka wa lak. Saat menyembelih hewan aqiqah dianjurkan melakukan sesuatu
sebagaimana yang dianjurkan ketika menyembelih hewan qurban.’” (Tuhfatul
Maudud fi Ahkamil Maulud, 1/70).
Namun kalaupun seseorang hanya mengucapkan Bismillah saat
menyembelih aqiqah dan tidak melafadzkan niat bahwa aqiqah ini dari anak
tertentu, maka yang demikian tidak mengapa.
Ibnul Mundzir menyatakan:
وإن نوى العقيقة ولم يتكلم به أجزأه إن شاء الله
“Jika dia telah berniat aqiqah namun tidak melafazhkan niatnya,
maka yang demikian sudah cukup baginya insyaalloh (Tuhfatul Maudud fi
Ahkamil Maulud, 1/93).
Catatan:
Hadits Aisyah di atas memiliki ‘illat karena mayoritas
jalur periwayatan mengandung ‘an-‘anah dari Ibnu Juraij, hanya
periwayatan dari Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang tidak. Ibnu Juraij,
meski beliau adalah rijal Bukhari dan Muslim namun beliau dikenal
sebagai mudallis. Namun, riwayat ini insyaalloh bisa dikuatkan
dengan riwayat yang shahih maqthu’ dari Qatadah. Ibnu Abi Syaibah
meriwayatkan 2 jalur periwayatan dari Qatadah, yang salah satu sanadnya shahih.
Syaikh Albany dalam kitab Qishshotul Masihid Dajjal (1/99)
mengisyaratkan bahwa riwayat shahih maqthu’ dari tabi’in hukumnya adalah
marfu’ mursal.
Sumber: http://salafy.or.id/blog/2015/01/14/bacaan-ketika-menyembelih-hewan-aqiqah/ dengan editing seperlunya
Sumber: http://salafy.or.id/blog/2015/01/14/bacaan-ketika-menyembelih-hewan-aqiqah/ dengan editing seperlunya