Selamat datang, ahlan wa sahlan, welcome.... Insyaalloh Anda berkunjung di blog yang tepat, jika saat ini Anda tengah mencari penyedia layanan aqiqah yang Terpercaya, Handal, dan Profesional. Kami hadir mengemban misi membantu memudahkan segenap kaum muslimin dalam menjalankan ibadah aqiqah. Semoga Allah jalla wa 'alaa memudahkan Anda dalam melaksanakan ibadah aqiqah, serta menjadikan buah hati Anda menjadi anak yang shalih, sehat, dan cerdas dunia-akhirat, aaamiiin....
Sabtu, 24 Februari 2018
CERAMAH TENTANG AQIQAH
Bagi Bpk/Ibu/Sdr yang memerlukan Ustadz untuk berceramah membahas tentang aqiqah, insyaalloh kami juga siap membantu. Mangga hubungi kami di HP/WA 0818 0204 9795
Selasa, 20 Februari 2018
MAKNA TERGADAI DENGAN AQIQAH
Pertanyaan:
Ada yang mengatakan bahwa Imam Ahmad memaknai hadits “setiap anak tergadai
dengan aqiqahnya”, adalah tidak dapat memberikan syafa’at. Apakah benar nukilan
ini dari beliau? Kalau benar, apakah pengertiannya? Apakah ada hadits yang
menafsirkan dengan pengertian itu atau itu hanya ijtihad dari Imam Ahmad
semata?
Jawaban:
Hadits yang dimaksud adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Hadits yang dimaksud adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya,
disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama”
[HR Abu awud, no. 2838, at-Tirmidzi no. 1522, Ibnu Majah no. 3165 dll dari sahabat
Samurah bin Jundub Radhiyallahu anhu. Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan
disetujui oleh adz-Dzahabi, dishahihkan juga oleh Syaikh al-Albani dan Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dalam kitab al-Insyirah
Fi Adabin Nikah hlm. 97]
Pertanyaan-pertanyaan saudara akan kami jawab sebagai berikut:
a). Memang benar ada nukilan tersebut. Al-Khaththabi
rahimahullah berkata : “(Imam) Ahmad berkata, Ini mengenai syafaat. Beliau
menghendaki bahwa jika si anak tidak diaqiqahi, lalu anak itu meninggal waktu
kecil, dia tidak bisa memberikan syafa’at bagi kedua orang tuanya” [Ma’alimus
Sunan 4/264-265, Syarhus Sunnah 11/268]
b). Sepengetahuan kami tidak ada hadits yang menafsirkannya
dengan ‘tidak mendapatkan syafa’at’, oleh karena itu para ulama berbeda
pendapat tentang maknanya.
c). Tampaknya, itu bukan ijtihad Imam Ahmad rahimahullah,
akan tetapi beliau mengambil dari penjelasan Ulama sebelumnya. Karena makna ini
juga merupakan penjelasan Imam Atha al-Khurasani, seorang Ulama besar dari
generasi Tabi’in. Imam al-Baihaqi rahimahullah meriwayatkan dari Yahya bin
Hamzah yang mengatakan, “Aku bertanya kepada Atha al-Khurasani, apakah makna
‘tergadai dengan aqiqahnya’, beliau menjawab, ‘Terhalang syafa’at anaknya’. [Sunan
al-Kubro 9/299]
d). Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa makna tersebut tidak
tepat. Beliau berkata, “Makna tertahan/tergadai (dalam hadits aqiqah) ini masih
diperselisihkan. Sejumlah orang mengatakan, maknanya tertahan/tergadai dari
syafa’at untuk kedua orag tuanya. Hal itu dikatakan oleh Atha dan diikuti oleh
Imam Ahmad. Pendapat tersebut perlu dikoreksi, karena syafa’at anak untuk bapak
tidak lebih utama dari sebaliknya. Sedangkan keadaannya sebagai bapak tidaklah
berhak memberikan syafa’at untuk anak, demikian juga semua kerabat.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَآ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا....
“Hai manusia, bertaqwalah kepada Rabbmu dan
takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong
anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun…”
[QS. Luqman (31): 33]
[QS. Luqman (31): 33]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ ....
“Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang
pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; (begitu
pula) tidak diterima syafa’at...” [QS. Al-Baqarah (2): 48]
Allah Azza wa Jalla berfirman.
يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ...
“Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di
jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi
syafa’at….”
[QS. Al-Baqarah (2): 254]
[QS. Al-Baqarah (2): 254]
Maka pada hari Kiamat, siapa saja tidak bisa memberikan
syafa’at kepada seorangpun kecuali setelah Allah Azza wa Jalla memberikan izin
bagi orang yang dikehendaki dan diridhai oleh-Nya. Dan izin Allah Azza wa Jalla
itu tergantung kepada amalan orang yang dimintakan syafa’at, yaitu amalan
tauhidnya dan keikhlasannya. Juga (tergantung) kepada kedekatan dan kedudukan
pemohon syafa’at di sisi Allah Azza wa Jalla. Syafa’at tidak diperoleh dengan
sebab kekerabatan, keadaan sebagai anak dan bapak.
Penghulu seluruh pemohon syafa’at dan orang yang paling
terkemuka di hadapan Allah Azza wa Jalla (yaitu Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam) pernah berkata kepada paman, bibi, dan putrinya:
شَيْئًا اللهِ مِنَ عَنْكُمْلَاأُغْنِي
“Aku tidak dapat menolak (siksaan) Allah terhadap diri
kalian sedikit pun.”
Di dalam riwayat lain:
لَاأَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا
“Aku tidak menguasai kebaikan sedikitpun dari
Allah untuk kalian.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkata dalam syafa’at
yang paling besar ketika beliau bersujud di hadapan Rabbnya dan memohonkan
syafa’at: “Kemudian Allah menetapkan batas untukku, lalu aku memasukkan mereka
ke dalam surga.”
Atas dasar itu, syafa’at beliau hanya dalam batas orang-orang
yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan syafa’at beliau tidak untuk
selain mereka yang telah ditentukan.
Maka bagaimana dikatakan bahwa anak akan memohonkan syafa’at
untuk bapaknya, namun jika bapaknya tidak melakukan aqiqahnya, maka anak itu
ditahan dari memohonkan syafa’at untuk bapaknya?
Demikian juga orang yang memohonkan syafa’at untuk orang lain
tidak disebut ‘tergadai’, lafazh itu itu tidak menunjukkan demikian. Sedangkan
Allah Azza wa Jalla telah memberitakan bahwa seorang hamba itu tergadai dengan
usahanya, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
“Tiap-tiap diri tergadai dengan (bertanggung jawab
atas) apa yang telah diperbuatnya."
[QS. Al-Muddatstsir (74): 38]
[QS. Al-Muddatstsir (74): 38]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
....أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا
“Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke
dalam neraka disebabkan perbuatan mereka sendiri....”
[QS. Al-An’am (6): 70]
[QS. Al-An’am (6): 70]
Maka orang yang tergadai adalah orang yang tertahan,
kemungkinan disebabkan oleh perbuatannya sendiri atau perbuatan orang lain.
Adapun orang yang tidak memohonkan syafa’at untuk orang lain tidak disebut
‘tergadai’ sama sekali. Bahkan orang yang tergadai adalah orang yang tertahan
dari urusan yang akan dia raih, namun hal itu tidak harus terjadi dengan sebab
darinya, bahkan hal itu terjadi terkadang disebabkan oleh perbuatannya sendiri
atau perbuatan orang lain. Dan Allah Azza wa Jalla telah menjadikan aqiqah
terhadap anak sebagai sebab pembebasan gadainya dari setan yang telah berusaha
mengganggunya semenjak kelahirannya ke dunia dengan mencubit pinggangnya. Maka
aqiqah menjadi tebusan dan pembebas si anak dari tahanan setan terhadapnya,
dari pemenjaraan setan di dalam tawanannya, dari halangan setan terhadapnya
untuk meraih kebaikan-kebaikan akhiratnya yang merupakan tempat kembalinya.
Maka seolah-olah si anak ditahan karena setan menyembelihnya (memenjarakannya)
dengan pisau (senjata) yang telah disiapkan setan untuk para pengikutnya dan
para walinya.
Setan telah bersumpah kepada Rabbnya bahwa dia akan
menghancurkan keturunan Adam kecuali sedikit di antara mereka. Maka setan
selalu berada di tempat pengintaian terhadap si anak yang dilahirkan itu semenjak
keluar di dunia. Sewaktu si anak lahir, musuhnya (setan) bersegera
mendatanginya dan menggabungkannya kepadanya, berusaha menjadikannya dalam
genggamannya dan pemahamannya serta dijadikan rombongan pengikut dan
tentaranya.
Setan sangat bersemangat melakukan ini. Dan mayoritas
anak-anak yang dilahirkan termasuk dari bagian dan tentara setan. Sehingga si
anak berada dalam gadai ini. Maka Allah Azza wa Jalla mensyariatkan bagi kedua
orang tuanya untuk melepaskan gadainya dengan sembelihan yang menjadi
tebusannya. Jika orang tua belum menyembelih untuknya, si anak masih tergadai
dengannya. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْغُلاَمُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ، فَأَرِيْقُوْا عَنْهُ الدَّمَ وَأَمِيطُواعَنْهُ الْأَذَى
“Seorang bayi tergadai dengan aqiqahnya, maka alirkan darah
(sembelihan aqiqah) untuknya dan singkirkan kotoran darinya (cukurlah
rambutnya). [1]
Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
mengalirkan darah (menyembelih aqiqah) untuknya (si anak) yang membebaskannya
dari gadai, jika gadai itu berkaitan dengan kedua orang tua, niscaya beliau
bersabda: 'Maka alirkan darah untuk kamu agar syafa’at anak-anak kamu sampai
kepada kamu.' Ketika kita diperintahkan dengan menghilangkan kotoran yang
nampak darinya (si anak dengan mencukur rambutnya) dan dengan mengalirkan darah
yang meghilangkan kotoran batin dengan tergadainya si anak, maka diketahui
bahwa itu untuk membebaskan anak dari kotoran batin dan lahir. Allah Azza wa
Jalla lebih mengetahui maksud-Nya dan maksud Rasul-Nya’.
(Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, hlm. 48-49, karya Ibnul
Qayyim. Tahqiq oleh Basyir Muhammad Uyun. Penerbit: Darul Bayaan dan Maktabah
al-Muayyad cet. 4, Th 1994 M.)
_______
_______
[1]. Hadits yang disebutkan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah ini kami dapati
dengan lafazh:
مَعَ الْغُلَامِ عَقِيْقَةٌ، فَأَهْرِيْقُوا
عَنْهُ دَمًا وَأَمِيْطُوا عَنْهُ الْأَذَى
“Bersama seorang bayi ada aqiqah, maka alirkan darah (yaitu,
sembelihlah aqiqah) untuknya dan singkirkan kotoran darinya (yaitu cukurlah
rambutnya).” [HR Bukhari secara mu’allaq dan diwashalkan oleh Thahawi, juga
riwayat Abu Dawud, 2839, Tirmidzi no. 1515]
Sumber: https://almanhaj.or.id/3402-maksud-anak-tergadai-dalam-hadits-aqiqah.html dengan editing seperlunya
Langganan:
Postingan (Atom)